TAKUT ANGSA

Pada akhir tahun 2003 yang lalu, kala itu saya tinggal disebuah pesantren dibilangan kota Cirebon. Pada suatu hari, saya terlibat dialog ringan dengan salah seorang anak pimpinan pondok yang masih berumur sekitar 5 tahunan. De’Daulah demikian saya memanggilnya. Pada umumnya anak seumur dengan de’ Daulah itu sedang lucu-lucunya, kreatif dan banyak hal yang ingin ia ketahui. Demikian itu karena fantasi saat itu memainkan peran yang sangat signifikan. Masa kanak-kanak seperti ini disebut oleh Prof. Dr. Ph. Kohnstamm dalam “Persoonlijkheid in Wording” dengan istilah periode estetis.
Ada satu pertanyaan de’ Daulah yang cukup mengesankan bagi saya saat itu. “Takut setan nggak…?”. Demikian de’ Daulah bertanyan pada saya dengan seriusnya. “Tidak ….! Demikian jawabku mantap. Namun spontan raut wajahnya berubah, seolah-olah ia tidak percaya dengan jawabanku itu.
Sejenak saya berfikir, kemungkinan besar de’ Daulah ini sering ditakut-takuti dengan setan, hantu, gondoruwo atau apapun yang senada dengan itu. Sayapun kurang tahu, siapa yang suka menakut-nakutinya.
Sejenak saya diam, dia bertanya lagi, “Lalu takut sama siapa…..?”. sayapun segera menjawab : “Takut sama Allah”. Dengan sedikit heran de’ Daulah bertanya lagi, “Allah….!, siapa Allah ….?” Katanya. “Allah itu yang menciptakan setan, menciptakan saya dan juga menciptakan de’ Daulah. Kalau Allah punya Neraka, tetapi setan tidak punya. Jadi kita harus takut pada Allah, bukan takut sama setan”. Begitulah saya menjelaskan singkat tentang jawaban saya pada de’ Daulah.
Usai sholat maghrib, saya ajak de’ Daulah ke suatu tempat yang agak gelap, tidak begitu jauh dari lokasi pondok. Segera saya bersembunyi dibalik tembok, iapun berteriak : “Takut……”. Saya segera keluar dan bertanya padanya : “Takut sama siapa …..?”. sambil tertawa de’ Daulah menjawab : “Takut sama Angsa …..”. Sayapun ikut tertawa. Saya berguman dalam hati, “Al-hamdulillah….dia tidak takut lagi sama setan”. Karena dia beralasan bahwa takut sama angsa, maka ku jelaskan bahwa angsanya sedang tidur di kandang.
Sudaah…. de’ Daulah sekarang pulang sendiri saja beranikan ….?, tanyaku. “Berani” jawabnya tegas. Dengan berlari kecil iapun pulang kepondok sendirian. Terbetik dalam hatiku saat itu, bahwa jika anak takut sama angsa itu wajar dan manusiawi, yang penting aqidahnya terselamatkan.
Konklusi yang dapat saya ambil dari peristiwa itu adalah bahwa pada periode estetis atau masa kanak-kanak seperti itu merupakan masa yang paling peka untuk menanamkan aqidah, sikap hidup, bahkan sampai ke masalah idiologi politik. Dengan demikian maka sudah seharusnya bagi orang tua menanamkan dan menyampaikan pendidikan yang benar pada putra-putrinya sejak dini. Demikian itu karena peristiwa kecil sehari-hari sangat efektif untuk menanamkan aqidah dan idiologi yang benar.

Wallahu a’lam bish-showab

DUA TEMAN SEKERJA YANG SALING MENGUTAMAKAN

Pada zaman dahulu kala disuatu desa diluar kota Yerussalem, ada dua orang teman sekerja yang memiliki sebidang tanah garapan yang mereka kerjakan secara bersama-sama tanpa diberi pembatas pagar.
Pada suatu hari disaat musim tanam telah tiba, mereka sepakat untuk menanami tanah garapan mereka dengan gandum. Meski status diantara keduanya berbeda, yang mana seorang diantaranya masih bujang dan seorang lainnya telah menikah, namun dedikasi kerja mereka sama-sama tinggi dalam menggarap ladang mereka itu hingga masa panen tiba.
Dalam membagi hasil tanaman itu, mereka berdua sepakat memotong gandum itu dengan batangnya, kemudian dijadikan beberapa ikat yang sama bersarnya, kemudia dibagi dua. Setelah untaian itu selesai maka masing-masing mengambil haknya dan diletakkan ditempat yang agak jauh dari milik temannya, terus pulanglah mereka kerumah masing-masing dengan puas lagi gembira.
Waktu tengah malam, teman yang masih bujangan itu berfikir : “Bahwa pembagian yang sama banyaknya itu tidak adil. Sebab ia masih membujang, tiada memerlukan nafkah yang banyak sebagaimana temannya yang sudah beranak istri itu. Dialah yang selayaknya mendapat bagian yang lebih banyak”.
Maka bangkitlah ia dari tempatnya, terus keluar menuju ladang. Sesampainya dia disana, ia ambil haknya itu beberapa untai, ditambahkan ketumpukan milik temannya. Tak seorangpun yang mengetahui perbuatannya itu selain Allah SWT. Kemudian pulanglah ia dengan rasa puas dan bahagia.
Sesudah itu terbangunlah teman yang sudah berkeluarga itu. Iapun berpikir-pikir tentang keadaannya : “Bahwa temannya yang membujang itu memerlukan biaya yang banyak, sebab tak ada yang membantu untuk mencapai segala yang diperlukan. Tentunya ia mengeluarkan uang sebagai ongkos orang yang dimintai tolong untuk sesuatu yang ia ingini, ongkos belanja, ongkos memasak, ongkos mencuci pakaian dan lain sebagainya. Berbeda dengan dirinya sendiri, karena anak istrinya sudah mampu membantu. Maka menurut pemikirannya, pembagian yang ditentukan itu tidak adil”.
Seketika itu juga, keluarlah ia menuju ladang untuk mengambil beberapa untai dari miliknya perlu ditambahkan ketumpukan gandum milik temannya. Setelah selesai ia kerjakan iapun pulang dengan lega dan puas.
Pada pagi harinya keluarlah masing-masing dari dua orang sekerja itu menuju ladang, untuk menikmati tumpukan gandum miliknya yang sudah dikurangi itu.
Tetapi alangkah terkejutnya, waktu masing-masing meneliti hak miliknya ternyata sama sebagaimana pembagian pertama kali. Karena masing-masing berniat untuk mengulangi perbuatannya itu nanti malam. Namun kejadian yang serupa pun terulang lagi. Barulah pada malam ketiga keduanya bertemu tanpa disengaja, yang membuat keduanya terharu atas niat baik mereka. Setelah kejadian itu bertambah eratlah persahabatan mereka.
Pesan moral yang dapat kita ambil dari kisah diatas adalah : “Bahwa wujud kecintaan terhadap teman dan saudara itu harus dibuktikan dengan pengorbanan”. Dan juga suatu sifat baik yang sulit dicapai bagi orang kebanyakan, yaitu : “Merasa puas dan bahagia bila temannya mencapai kebahagiaan dan keberuntungan”.

Wallahu a’lam bish-showab

TAHUN BARU HIJRIAH 1431 H

Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.
Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari padanya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal,
Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.
( QS. At-Taubah ; 20-22 )

Bulam Muharram adalah bulan yang dimuliakan. Kronologis dari hal ini adalah, karena bulan muharram adalah awal tahun hijriah, dan sebelum bulan Muharram adalah bulan Dzulhijjah yang merupakan bulan terakhir pada penanggalan tahun hijriah.
Sebagaimana kita tahu, dalam bulan Dzulhijjah tersebut terdapat ibadah-ibadah besar sebagai wujud satu proses pensucian diri. Diantara ibadah besar tersebut adalah ; Haji, Umrah dan Ibadah Qurban. Barangsiapa yang mampu melaksnakan ibadah-ibadah besar tersebut dengan baik dan maksimal, haji dan umrahnya mabrur,dan qurbannya ikhlas, maka disaat memasuki bulan Muharram ini dia akan pantas dimuliakan.

selain hal diatas, ada beberapa faktor yang menunjukkan kemualian bulan Muharram ini yaitu bahwa bulan ini disebut dengan "Syahrullah" ( bulan Allah ), bulan Muharram ini juga termasuk bulan harram ( at-Taubah ; 36 ),dan bulan Muharram ini adalah awal tahun hijriah yang sudah disepakati oleh para alim ulama semenjak masa khalifah Umar bin Khathab.
Kemuliaan bulan Muharram juga ditunjukkan dengan adanya hari 'Asyura ( tanggal 10 Muharram ) yang disunahkan kepada kita untuk melakukan ibadah puasa. Barangsiapa berpusa pada hari 'Asyura ini akan diampuni dosa-dosnya oleh Allah SWT.
Adapun beberapa cara melakukan puasa 'Asyura ini sebagaimana yang dijelaskan dalam hadist adalah dengan empat cara yaitu; tanggal 9 dan 10 Muharram, atau tanggal 10 dan 11 Muharram, atau tanggal 9, 10 dan 11 Muharam, atau tanggal 10 Muharram saja. Namun kita perlu mengetahui bahwa untuk cara yang ke empat ini ( puasa tanggal 10 Muharram aja )dimakruhkan oleh para ulama, karena barang siapa yang puasa pada tanggal 10 Muharram ini saja menyerupai puasanya orang Yahudi.
Mengingat begitu mulianya bulan Muharram ini, maka sudah selayaknya kita memanfaatkan momentum ini untuk banyak istighfar dan beribadah.demikian itu karena bulan Muharram ini adalah merupakan bulan awal tahun hijriah, maka dengan banyaknya ibadah akan menjadikan pondasi kuat untuk perkembangan ibadah selanjutnya. Dengan kekuatan pondasi di awal tahun 1431 Hijriah ini,diharapkan bangunan ibadah kita semakin kokoh ditahun-tahun mendatang. Amin
Wallahu a'lam bishshowab

BAGAIMANA KITA MELIHAT TAHUN HIJRIAH

Kaum Muslimin rahimakumullah...
Disaat kita bertanya pada anak-anak kita tentang nama-nama bulan Masehi, anak-anak kita akan segera menyebutkan nama bulan Januari sampai Desember dengan hafal dan lancar. Namun apabila kita tanya mereka tentang nama-nama bulan Hijriah, maka kita sendiri selaku orang tua belum tentu hafal juga, apalagi anak-anak kita.
Demikian itu terjadi, karena sistem pengalenderan yang berlaku di negara kita saat ini masih menggunakan kalender masehi. Bahkan, segala aktivitas, perjalanan sejarah, dan segala program yang direncanakan oleh pemerintah dari pusat sampai daerah juga menggunakan kalender masehi.
Selain itu, bila kita memperhatikan sistim penanggalan ( baca; menulis angka kalender ) yang ada saat ini adalah dengan cara menuliskan angka kalender Masehi lebih besar dari angka kalender Hijriah. Hal ini tentu memberikan pengaruh tersendiri pada kita dan anak-anak kita berkaitan dengan sulitnya mengingat kalender Hijriah.
Pada tahun 2009 ini, pergantian tahun Hijriah ( 1 Muharam 1431 H )terjadi pada hari Jum'at yang bertepatan dengan tanggal 18 Desember 2009.
Bicara tentang Hijrah, maka Hijrah dalam kontek sejarah itu sudah jelas berkaitan dengan perjalanan Rasulullah dan para sahabat yang berpindah dari kota Makkah Al-Mukarramah menuju kota Madinah Al-Munawwarah. Namun, bila kita melihat Hijrah dalam kontek perjuangan, maka hal itu belum berakhir. Kita masih mempunyai kewajiban dalam memperjuangkan keimanan kita, ukhuwah kita, serta kemakmuran bangsa dan negara kita.
Demikian pandangan saya selaku orang awam, saya yakin para pembaca yang budiman memiliki pandangan yang lebih mendalam berkaitan dengan makna Hijrah ini. Bagaimana pendapat anda...?
Wallahu a'lam

PEMUDA ISLAM DAN GLOBALISASI

Perputaran roda kehidupan terus bergulir dengan cepatnya, sehingga tiada terasa telah mengantar umat manusia dari tatanan kehidupan tradisional lokal menuju tatanan kehidupan modern global yang sering kita sebut dengan era globalisasi. Sebenarnya sistem globalisasi ini telah Allah amanatkan sejak dahulu kepada Nabi Muhammad Saw, melalui firmannya dalam Surah Al-Anbiya’ ayat 107 yang berbunyi :


Artinya : “Dan tidak kami utus kamu kecuali untuk rahmat seluruh alam”.

Dari ayat diatas dapat kita simpulkan bahwasanya Islam adalah agama global. Karena merupakan satu sistem atau prinsipuntuk seluruh alam. Sesuai dengan pengertian globalisasi yaitu persatuan telekomunikasi dan organisasi antara seluruh masyarakat dunia untuk mengikuti satu sistem dan kaedah yang sama. Mungkin kalau saat ini organisasi yang sesuai adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu organisasi satu kesatuan untuk seluruh dunia, yang tidak memandang suku dan bangsa, sehingga didalam organisasi kita bisa saling mengenal, saling bertukar pikiran dan mengisi kekurangan antara satu dengan yang lainnya. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi :

Artinya : “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya telah kami ciptakan kamu sekalian dari laki-laki dan perempuan dan kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal”.
Ada dua faktor pendorong yang mempengaruhi cepatnya era globalisasi ini, yang pertama majunya alat-alat transportasi berteknologi canggih dan yang kedua cepatnya alat-alat telekomunikasi elektronik.
Cepatnya alat-alat telekomunikasi elektronik disertai dengan berkembangnya teknologi percetakan sehingga membuat aneka ragam berita yang disampaikan melalui media massa dapat segera diperoleh dengan hitungan menit atau detik. Begitu juga dengan majunya alat-alat transportasi yang membuat seseorang untuk berpergian dengan mudah dan cepat dari satu negara ke negara lain.
Kalau kita melihat dari segi positifnya, banyak sekali manfaat-manfaat yang dapat kita petik dari sistem modern di era global ini. Diantaranya dengan majunya alat-alat telekomunikasi elektronik akan memudahkan umat Islam untuk berdakwah keseluruh penjuru dunia. Dan tidak dapat kita bayangkan kalau sampai pada saat ini belum ada yang namanya pesawat terbang, karena menurut cerita nenek moyang kita pada zaman dulu untuk melaksanakan ibadah haji dari Indonesia ke Mekkah memerlukan waktu kurang lebih enam bulan. Tetapi pada saat ini setelah mengalami kemajuan alat-alat transportasi berteknologi, Indonesia – Mekkah dapat ditempuh dengan waktu kurang lebih sepuluh jam, sesampainya di Mekkah kontak keluarga yang ada di Indonesia dengan mudah dapat dilakukan dengan menggunakan handphone.
Dengan adanya modernisasi di era globalisasi ini memang banyak sekali manfaatnya bagi umat Islam, tetapi disisi lain kita sadari atau tidak banyak sekali dampak negatifnya, khususnya bagi para remaja karena menurut “Michael Harlambus” globalisasi itu dimana batas-batas suatu negara luluh dan dirasa tidak lagi. Sehingga memudahkan budaya luar untuk masuk kenegara Indonesia tanpa filter lagi, baik itu media massa seperti televisi, banyak kita lihat kalimat “Bebas Sensor” tetapi dalam kenyataannya film-film yang ditampilkan masih bertentangan dengan norma bangsa Indonesia dan agama Islam. Sehingga dampaknya bagi para remaja khususnya bagi yang mempunyai iman yang lemah. Apa yang dilihat ingin selalu dicoba dan ditiru, tanpa filter lagi mana yang baik dan mana yang buruk, ditelevisi menayangkan tentang narkoba remajanya juga ingin mencoba narkoba, ditayangkan tentang pembunuhan remajanya juga ikut membunuh. Begitulah rawannya pemuda kita saat ini.
Dalam menghadapi maraknya modernisasi di era globalisasi saat ini kita umat Islam pada umumnya wabil khusus para remaja harus mempunyai dua kekuatan yaitu iman dan ilmu, sebagai filter bagi budaya-budaya barat yang masuk kenegara kita.
Sebagai seorang remaja juga kita pasti mempunyai keinginan untuk mewarnai kehidupan ini dengan warna-warna yang positif pemuda jangan hanya sebagai konsumen. Tetapi ciptakan pula kreatifitas-kreatifitas yang bisa membangun bangsa dan agama.

Wallahu a’lam

EKSISTENSI PENDIDIKAN AGAMA DAN URGENSINYA BAGI PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA


Sebagaimana estiminasi yang dikemukakan oleh para futurolog, bahwa pada awal abad 21 ini akan muncul era baru dalam tata kehidupan manusia dimuka bumi, baik dalam aspek politik, ekonomi maupun aspek kehidupan lainnya. Implikasi globalisasi terus meluas dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Fenomena globalisasi dalam abad ini merupakan indikasi meluasnya spektrum tantangan masa depan dengan dampak semakin samarnya batas-batas politik dan ekonomi serta sosial budaya antar bangsa juga meningkatnya transparansi hubungan antar bangsa didunia ini.
Proses globalisasi yang seakan-akan menyatukan seluruh bagian dunia dalam suatu model kehidupan bersama cenderung menghilangkan batas-batas teritorial antar negara dan menghapuskan hambatan-hambatan saluran sumber daya, komoditas dan informasi. Dengan demikian, kita harus menyadari bahwa peningkatan sumber daya manusia begitu urgent dan signifikan.
Perdagangan bebas dunia yang segera akan digulirkan sudah pasti menumbuhkan persaingan ketat dalam berbagai hal terutama kaitannya dengan mutu produksi dan para produsen barang itu sendiri. Dengan masuknya sumber daya luar negeri ke Indonesia yang begitu bebas akan berimbas pada kondisi lapangan kerja yang ada. Mereka dengan kredibilitas dan keahliannya tentu terus mengalir mengisi lapangan kerja kita yang pada akhirnya melahirkan persaingan mutu dengan apa yang kita miliki.
Dalam rangka meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia prioritasnya para generasi muda Islam secara menyuluruh supaya siap bersaing dengan masyarakat dari negara lain, maka pendidikan agama jelas sangat dibutuhkan. Demikian itu karena agama merupakan pegangan, rujukan, tempat konsultasi, penyeimbang dan pembawa kehangatan bagi hubungan sesama manusia.
Jalur pendidikan agama merupakan salah satu jalur pembinaan yang sangat potensial dan mutlak diperlukan, sebab pada tataran realita bahwa pendidikan merupakan unsur utama dalam rangka pembangunan sumber daya manusia prioritasnya generasi Islam Indonesia.
Pendidikan Islam yang mengidentifikasi sasaran dengan bersumberkan Al-Qur’an berusaha mengantarkan manusia mencapai keseimbangan pribadi secara menyeluruh. Firman Allah SWT :
“Dan diantara mereka ada yang berdo’a : Ya tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka”.
Namun satu hal penting yang sudah selayaknya menjadi materi muhasabah (intropeksi diri) bagi kita umat Islam, apakah pendidikan Islam dalam era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini masih relevan terutama jika dikaitkan dengan kontribusinya bagi pembentukan budaya modern yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi.
Pendidikan Islam sebagai warisan periode hasil akhir, dewasa ini masih cenderung dikonsepsikan sebagai lembaga yang hanya mencetak lulusan yang dipersiapkan untuk menjadi tenaga ahli dalam urusan keagamaan atau hal-hal yang berkaitan langsung dengan kehormatan semata.
Konsep seperti itu pada dasarnya bertentangan dengan idealitas Islam yang diyakini sebagai rahmatan lil’alamin serta penuntun umat manusia dalam semua aspek kehidupan sepanjang zaman dalam berbagai strata kehidupan dan peradaban umat manusia.
Pendidikan Islam selayaknya bukan hanya dipahami sebagai “ciri khas” jenis pendidikan yang berlatar belakang keagamaan, akan tetapi pendidikan Islam harus diformulasikan sebagai suatu upaya atau proses pencarian, pembentukan atau proses pengembangan sikap dan perilaku untuk mencari, mengembangkan, memelihara serta menggunakan ilmu dan perangkat teknologi atau keterampilan demi kepentingan manusia sesuai dengan ajaran Islam.
Eksistensi pendidikan Islam bukan hanya mentranformasikan ilmu, penampilan, kepekaan rasa (budaya) dan kepekaan agama, tetapi lebih dari itu diharapkan mampu membekali para anak didik mengantisipasi persoalan-persoalan yang sedang dan yang akan dihadapinya dimasa-masa mendatang.
Orientasi pendidikan Islam yang futuristic (baca : masa yang akan datang) ini sebagaimana yang dipesankan Al-Qur’an yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri manusia memperhatikan hal-hal apa yang hendak dilakukan bagi hari esoknya. Dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah maha mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan”.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 2 tahun 1989 jelas mempertegas kedudukan pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional adalah “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan pengembangan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan dan keterampilan kesejahteraan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap yang mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
Urgensi pendidikan Islam di Indonesia begitu jelas utamanya yang berkaitan dengan pembangunan sumber daya manusia, pendidikan Islam di Indonesia dikembangkan dan diletakkan sebagai dasar tumbuhnya kepribadian manusia Indonesia yang paripurna, sehingga keberadaannya selalu dibentukkan dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat intelektual yang beraqidah, bersyari’ah dan berakhlak mulia.

Wallahu a’lam

SAYYIDINA ALI BIN ABI THALIB DAN SEPULUH PENANYA

Pada suatu ketika, datanglah sepuluh orang kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karromallaohu Wajhahu. Kesepuluh orang itu berkata kepada Ali ; “Bolehkah kami mengajukan suatu pertanyaan kepada tuan?”. Jawab beliau ; “Tentu saja tuan-tuanboleh saja bertanya”.
Kata mereka, “Cobalah terangkan manakah yang lebih baik antara ilmu dan harta? Berilah kami sepuluh orang ini, masing-masing satu jawaban”.
Setelah itu Sayyidina Ali bin Abi Thalib memberikan sepuluh macam jawaban kepada mereka sebagaimana berikut ini.
Kepada orang pertama, beliau berkata; “Ilmu adalah warisan Nabi-Nabi, sebaliknya kekayaan adalah peninggalan Pharao (Fir’aun). Karena itu jelaslah bahwa ilmu lebih baik dari harta”.
Kepada orang kedua, beliau berkata; “Kalau harta kita mesti menjaganya akan tetapi kalau ilmu justru akan menjaga kita. Maka ilmu lebih baik dari harta”.
Jawaban untuk orang ketiga, “Orang yang banyak harta banyak musuhnya sedangkan orang yang banyak ilmunya banyak temannya. Karena itu ilmu lebih baik daripada harta”.
Ilmu lebih baik daripada harta kekayaan, kata Ali kepada orang keempat. Demikian itu bila disebarkan maka akan bertambah banyak, sedangkan harta jika dibagi-bagikan maka semakin berkurang.
Ilmu adalah lebih baik, karena orang yang berilmu itu tetap mulia, sedangkan orang yang berharta ada kemungkinan menjadi orang melarat dan hina. Demikian jawaban Sayyidina Ali kepada orang kelima.
Kepada orang keenam, beliau berkata; “Ilmu itu lebih baik dari harta kekayaan, karena ilmu tidak dapat dicuri sedangkan harta kekayaan dapat dicuri”.
Kata Sayyidina Ali selanjutnya kepada orang ketujuh; “Ilmu lebih baik karena ia tak dapat lenyap karena waktu, sebaliknya harta kekayaan dapat lenyap karena waktu dan peredaran masa”.
Jawaban Sayyidina Ali kepada orang kedelapan, ilmu adalah lebih baik, karena ia tak ada batasnya sedangkan kekayaan ada batasnya dan dapat diadakan perhitungan.
Kalau dibandingkan harta maka ilmu adalah lebih baik, jawaban Sayyidina Ali kepada orang kesembilan. Demikian itu karena ilmu memberi sinar kepada jiwa kita, sedangkan harta dapat menimbulkan kegelapan dalam jiwa.
Ilmu adalah lebih baik, kata Sayyidina Ali kepada orang yang terakhir. Karena yang ada pada Nabi-lah yang menggerakkan Nabi untuk berkata pada Allah SWT, “Kami berbakti dan taat kepada-Mu karena kami adalah hamba-Mu”. Sebaliknya kekayaan menjadi Pharao (Fir’aun) dan Namrud menjadi demikian angkuhnya, sehingga mereka menjadi sombong dan mengingkari Allah Pencipta Alam.
Demikian sepuluh jawaban Sayyidina Ali kepada sepuluh orang penanya yang menjelaskan nilai bagi orang yang berilmu dibanding dengan orang yang berharta. Jelaslah bahwa ilmu adalah sebaik-baik sesuatu, yang menimbulkan kemaslahatan lagi tahan lama, apalagi kekal.
Konklusi yang dapat kita ambil adalah bahwa hidup kalbu karena ilmu, hidup badan karena makanan (harta kekayaan). Ilmu dan atau harta kekayaan itu suatu alat, untuk mencapai kemajuan yang pesat, bila berlandaskan akal yang sehat.

Wallahu a’lam

KUNCI SUKSES ITU BERNAMA ITQON

Dalam rumusan tujuan Pendidikan Nasional seperti yang terangkum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional terlihat ada 2 (dua) sasaran pokok yang ingin dicapai yaitu pertama, kecerdasan kehidupan bangsa dan yang kedua adalah pengembangan manusia Indonesia seutuhnya.
Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang menyadari kemampuan, memahami kedudukan dan peran dalam pergaulan antar bangsa, memiliki proyeksi masa depan yang tidak terlepas dari masa kini dan masa silam serta mengerti masalah dan cara menanggulanginya. Manusia seutuhnya adalah manusia yang mengembangkan struktur kehidupan selaras dalam berhubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan lingkungan sekitar serta serasi dalam hubungan antar bangsa dan antara cita-cita kehidupan duniawiyah dan ukhrawiyah.
Pendidikan Islam itu memperhatikan berbagai ajaran yaitu mengajar murid dengan pengajaran-pengajaran agama Islam dari berbagai aspeknya. Selama agama itu adalah kehidupan yang meliputi setiap pengajaran yang dijadikan Tuhan Penciptanya untuk menjadi adap dan akhlak bagi suatu golongan manusia yang meliputi kehidupan mereka seluruhnya. Maka pendidikan Islam memperhatikan semua itu dengan arti dia adalah kehidupan itu sendiri. Dari sini jelaslah bahwa Islam bukan hanya memperhatikan akhlak saja atau aqidah saja atau ibadat saja melainkan dia memperhatikan lebih besar dari ini semua yang pada akhirnya akan dapat mencapai kemajuan yang istimewa dalam berbagai hal.
Dalam rangka mencapai kemajuan yang istimewa tersebut umat Islam harus menggunakan metode yang tepat dan sesuai dengan aturan shoohibus syaari’ Allah SWT. Diantara beberapa unsur sebagai kunci sukses yang nharus dimiliki bagi setiap jiwa muslim adalah unsur keseriusan, ketelitian, kecermatan, kesungguhan dalam melakukan suatu pekerjaan. Unsur-unsur seperti ini dalam Islam lebih dikenal dengan istilah Itqon.
Islam mendorong umatnya untuk melakukan segala sesuatu secara sungguh-sungguh. Sungguh Allah itu sangat mencintai orang yang bekerja dengan benar, maksimum dan dilakukan secara sungguh-sungguh dengan penuh mujahadah. Itulah makna yang terkandung dalam istilah Itqon.
Itqon atau etos kerja yang tinggi sangat diperlukan dan harus terhujam dalam benak dan jiwa para generasi rabbani. Terlebih lagi di era modern saat ini. Ketertinggalan dan kekalahan kita dalam bersaing dengan bangsa lain akan semakin meruncing dan semakin nyata disaat kita melepaskan baju Itqon tersebut.
Wahai para generasi muda Islam Indonesia, ditanganmulah maju dan mundurnya bangsa. Kalian memegang setumpuk amanah keumatan dan tongkat estafet perjuangan bangsa. Serulah takbir dan terus maju tuntaskan perubahan. Orang yang itqon, akan penuh percaya diri dan tetap istiqomah dalam melaksanakan berbagai tugas yang dibebankan kepadanya. Mereka yakin bahwa pertolongan Allah pasti akan segera datang.
Sungguh suatu hal yang sangat disayangkan disaat itqon tidak lagi ada dalam diri. Demikian itu karena, kala itqon tidak tertanam pada diri seseorang, maka yang akan timbul adalah keengganan dan kemalasan dalam melaksanakan tugas. Ia lemah semangat tak punya keinginan untuk maju yang pada akhirnya ia akan menjadi sampah masyarakat, beban negara dan umat.
Tertanamnya sikap itqon akan melahirkan sebuah kedisiplinan tinggi yang akan berujung kepada karya dan kerja yang optimal. Dengan itqon maka tujuan pendidikan sebagaimana yang terangkum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan pengembangan manusia Indonesia seutuhnya pasti akan terealisasi.
Wallahu a’lam

Ditulis dari berbagai sumber

PENGERTIAN NAFSU DAN PEMBAGIANNYA

Nafsu secara etimologi berarti jiwa. Adapun nafsu secara terminologis ilmu tasawwuf akhlaq, nafsu adalah dorongan-dorongan alamiah manusia yang mendorong pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Adapun penertian hawa nafsu adalah sesuatu yang disenangi oleh jiwa kita yang cenderung negatif baik bersifat jasmani maupun nafsu yang bersifat maknawi. Nafsu yang bersifat jasmani yaitu sesuatu yang berkaitan dengan tubuh kita seperti makanan, minum, dan kebutuhan biologis lainnya, Nafsu yang bersifat maknawi yaitu, nafsu yang berkaitan dengan kebutuhan rohani seperti, nafsu ingin diperhatikan orang lain, ingin dianggap sebagai orang yang paling penting, paling pinter, paling berperan, paling hebat, nafsu ingin disanjung dan lain-lain.Hawa nafsu inilah yang mengakibatkan pengaruh buruk / negatif bagi manusia

Dari segi tahapan nafsu terbagi menjadi tiga bagian yaitu :

1. Nafsu amarah
Yaitu jiwa yang masih cenderung kepada kesenangan-kesenangan yang rendah, yaitu kesenangan yang bersifat duniawi. Nafsu ini berada pada tahap pertama yang tergolong sangat rendah, karena yang memiliki nafsu ini masih cenderung kepada perbuatan-perbuatan yang maksiat. Secara alami nafsu amarah cenderung kepada hal-hal yang tidak baik. Bahkan, karena kebiasaan berbuat keburukan tersebut, bila mana dia tidak melakukannya, maka dia akan merasa gelisah, sakau dan gundah gulana.
Allah SWT berfirman dalam al-qur’an
Artinya: Sesungguhnya nafsu itu suka mengajak ke jalan kejelekan, kecuali (nafsu) seseorang yang mendapatkan rahmat Tuhanku (QS. Yusuf : 53).
2. Nafsu Lawwamah
Yaitu jiwa yang sudah sadar dan mampu melihat kekurangan-kekurangan diri sendiri, dengan kesadaran itu ia terdorong untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan rendah dan selalu berupaya melakukan sesuatu yang mengantarkan kebahagian yang bernilai tinggi.
Ustadz Arifin ilham pernah mengatakan , bahwa orang yang masih memiliki nafsu lawammah ini biasanya disaat ia melakukan maksiat/dosa maka akan timbul penyesalan dalam dirinya, namun dalam kesempatan lain ia akan mengulangi maksiat tersebut yang juga akan diiringi dengan penyesalan-penyesalan kembali. Selain itu ia juga menyesal kenapa ia tidak dapat berbuat kebaikan lebih banyak Nafsu ini tergolong pada tahap kedua, nafsu ini disinyalir Al-Qur’an :
Artinya : Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (QS. Al- Qiyamaah : 2).
3. Nafsu Mutmainnah
Yakni jiwa tenang, tentram, karena nafsu ini tergolong tahap tertinggi, nafsu yang sempurna berada dalam kebenaran dan kebajikan, itulah nafsu yang dipanggil dan dirahmati oleh Allah SWT, Sebagaimana firman-Nya:
Artinya : Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya. (QS. Al - Fajr : 27-28).
Dalam ayat lain Allah menghiburnya yaitu :
Artinya : Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. (QS. Asy – Syams : 9).

MAKNA SALAM

Ø Salam dalam Islam berbeda dengan ucapan “selamat Pagi”, “Selamat Siang”, ”good morning”, atau ucapan salam lainnya.
Ø Salam dalam Islam mengandung makna yang dalam. Salam merupakan do’a yang tulus dari seorang Muslim kepada Muslim lainnya yang mampu membuat orang terjaga, baik fisik, batin, maupun akidahnya. Sebagian ulama’ mengartikan salam denga; “Semoga engkau dalam penjagaan Allah”. Atau ; “Selamat, semoga keselamatan dari Allah tetap bagimu.”
Ø Salam dalam Islam juga merupakan syiar. Orang yang mengucapkan salam dengan tulus, terjamin keislamannya.
Ø Salam mampu membuat kita merasa aman; kita tidak akan didzalimi atau mendzalimi orang lain. Sehingga kekuatan ukhuwah bisa terbangun.
Ø Jadi kesimpulannya, salam merupakan amal yang multi efek buat kita sendiri. Salam dapat menjadi amal kebaikan. Salam, selain berpahala juga sedekah do’a.

    About Me

    Foto saya
    Saudaraku... kita ditakdirkan sebagai manusia dengan beragam suku bangsa dan bahasa... namun demikian tentu hal itu bukan jadi penghalang persaudaraan kita. Sekedar untuk diketahui, bahwa saya adalah insan yang dilahirkan dari keturunan Jawa Timur asli. Meski saat ini saya berada di kota Khatulistiwa ( baca Pontianak bersama anak dan istriku tercinta, namun sampai saat ini ayah dan ibuku masih tinggal di kota REOG ( baca Ponorogo). Jelasnya... saya adalah anak rantau, yang meyakini bahwa bumi yang kita pijak ini adalah sama. dan tentunya keyakinan ini juga ada pada diri anda... thanks

    Followers